24. Pelanggaran HAM berat pada peristiwa G30S
Seperti yang banyak diceritakan pada pelajaran sejarah, peritiwa G30S PKI adalah peristiwa dimana beberapa jenderal dan perwira TNI menjadi sasaran penculikan dan pembunuhan secara sadis pada malam 30 september sampai 1 oktober tahun 1965. Dalam catatan sejarah, pelaku dari peritiwa G 30 S PKI adalah para anggota PKI (Partai Komunis Indonesia). Ketika itu para jenderal dan perwira TNI dibunuh dan disiksa secara sadis, kecuali AH. Nasution saja yang berhasil meloloskan diri, tetapi naas yang menjadi korban adalah seorang anak yang tak lain adalah putrinya sendiri. Nama anak AH Nasution yang tertembak saat peristiwa G30S PKI adalah Ade Irma Suryani Nasution termasuk sang ajudan bernama Lettu Pierre Tendean.
25. Pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh Oknum TNI
Contoh pelanggaran Ham berat di Indonesia yang pertama dilakukan oleh oknum TNI. Sebagaimana yang kita ketahui TNI atau Tentara Republik Indonesia sejatinya bertugas untuk menjaga keutuhan negara dari serangan pihak luar yang mencoba merusak dan menghancurkan keutuhan negara, tetapi pada masa kekuasaan Presiden Soeharto,TNI beralih fungsi sebagai alat untuk memperkuat kekuasaan. Banyak kasus tindakan kriminal, penculikan dan pembunuhan kepada orang-orang yang menentang pemerintah.
26. Tragedi di Jambo Keupok pada 17 Mei 2003
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Komnas HAM segera melakukan penyelidikan pro justisia terhadap peristiwa tragedi Jambo Keupok, Kecamatan Kota Bahagia, Aceh Selatan dan mendorong Pemerintah Aceh bersama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).
Tragedi Jambo Keupok pada 17 Mei 2003 adalah sebuah peristiwa pelanggaran HAM berat yang wilayah Aceh Selatan. Sebanyak 16 orang penduduk sipil tak berdosa mengalami penyiksaan, penembakan, pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) dan pembakaran serta 5 orang lain turut mengalami kekerasan oleh anggota TNI.Peristiwa ini diawali setelah sebelumnya ada informasi dari seorang informan (cuak) kepada anggota TNI bahwa pada 2001-2002, Desa Jambo Keupok termasuk salah satu daerah basis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh aparat keamanan dengan melakukan razia dan menyisir kampung-kampung.
Dalam operasinya, aparat keamanan sering melakukan tindak kekerasan terhadap penduduk sipil; seperti penangkapan, penghilangan orang secara paksa, penyiksaan dan perampasan harta benda. Puncaknya pada 17 Mei 2003, sekitar pukul 7 pagi, sebanyak 3 (tiga) truk reo berisikan ratusan pasukan berseragam militer.Berbekal topi baja, sepatu lars, membawa senjata laras panjang dan beberapa pucuk senapan mesin, para tentara mendatangi desa Jambo Keupok dan memaksa seluruh pemilik rumah keluar. Lelaki, perempuan, tua, muda, dan anak-anak semua disuruh keluar dan dikumpulkan di depan rumah seorang warga.
TNI kemudian menginterogasi warga satu per satu, menanyakan keberadaan orang-orang GAM yang mereka cari. Ketika warga menjawab tidak tahu, pelaku langsung memukul dan menendang warga. Peristiwa tersebut mengakibatkan 4 warga sipil mati dengan cara disiksa dan ditembak, 12 warga sipil mati dengan cara disiksa, ditembak, dan dibakar hidup-hidup."Sebanyak 3 rumah warga dibakar, 1 orang perempuan terluka dan pingsan terkena serpihan senjata, 4 orang perempuan ditendang dan dipopor dengan senjata," kata Haris Azhar, Koordinator Badan Pekerja Kontras lewat rilis yang dikirim ke merdeka.com, Jumat (17/5).
Peristiwa ini juga membuat warga harus mengungsi selama 44 hari ke sebuah Masjid karena takut tentara akan kembali datang ke desa Jambo Keupok. Peristiwa itu sudah 10 tahun berlalu, namun warga Jambo Kepuok tidak memperoleh keadilan dari negara. Bahkan mereka hingga saat ini masih mengalami trauma. Banyak anak-anak korban yang tidak mampu melanjutkan pendidikan karena tidak memiliki biaya (berhenti pada SD, SLTP dan SLTA).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar