Tayammum, secara etimologis, berarti menyengaja (al-qashd). Sedangkan tayamum, secara terminologis adalah menyampaikan tanah ke wajah dan kedua tangan dengan beberapa syarat tertentu. Ini bukan berarti umat Islam diperintahkan untuk melumuri wajah dan tangannya dengan tanah (tur'ab); mereka disuruh meletakkan tangan mereka di atas tanah yang suci. Tayamum disyariatkan pada tahun ke-6 Hijriah, sebagai keringanan (rukhshah) yang diberikan kepada umat Islam Tayamum, dalam ajaran Islam, merupakan pengganti dari thaharah, ketika seseorang dalam keadaan tertentu tidak dapat mandi atau wudu.
Hukum tayamum didasarkan pada surat Al-Nisa ayat 43:"Dan jika kamu sakit atau sedang dalam perjalanan (musafir) atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah kamu dengan tanah yang suci"
Ada juga hadist Nabi Saw yang menyatakan:
"Telah dijadikan bagi kita seluruh bumi ini sebagai masjid dan tanahnya menyucikan"
Disamping itu umat Islam telah sepakat bahwa tayamum berfungsi sebagai pengganti wudu dan mandi (wajib).
Meskipun demikian, sebagian ulama berbeda pendapat dalam masalah tayamum sebagai pengganti dari hadas besar. Diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas'ud bahwa tayamum tidak bisa menjadi pengganti thaharah besar. Sedangkan Ali dan para sahabat lain berpendapat bahwa tayamum itu bisa menjadi engganti thaharah besar. Sebab perbedaan pendapat ini dikarenakan adanya berbagai kemungkinan yang ada dalam ayat tayamum di atas, selain adanya penilaian tidak sahihnya hadis-hadis yang membolehkan tayamum bagi orang junuh.
Kata ganti (dhamir) antum yang berpendapat dalam potongan ayat: "...fa lam tajid ma'afa tayammamu"; jika tidak memperoleh air lalu bertayamumlah" bisa mengacu kepada orang yang berhadas besar dan yang berhadas kecil secara bersamaan. Oleh karena itu, bagi ualam yang mengartikan au lamastum al-nisa sebagai bersetubuh dhamir tersebut mengacu kepada kedua orang yang terkena hadas bersama-sama. Sebaliknya, bagi ulama yang menganggap lamas tum al-nisa'. itu menyentuh dengan tangan, dhamir tersebut mengacu kepada orang yang hanya berhadas kecil.
2. Syarat Tayamum
Seseorang dibenarkan bertayamum apabila memenuhi syarat-syarat berikut...
1. Ada uzur sehingga tidak dapat menggunakan air. Usur menggunakan air itu terjadi karena musafir, sakit, atau hajat. Dalam hal ini keadaan orang musafir ada empat golongan.
a. Ia yakin bahwa di sekitar tempatnya berada itu tidak ada air; Maka ia boleh langsung bertayamum tanpa harus mencari air terlebih dahulu.
b. Ia tidak yakin tetapi menduga bahwa disana mungkin ada air tetapi mungkin juga tidak. Dalam keadaan demikian, ia wajib terlebih dahulu mencari air di tempat-tempat yang memungkinkan ditemukan air.
c. Ia yakin ada air di sekitar tempatnya. Dalam hal ini ada beberapa kemungkinan yaitu sebagai berikut..
Jika tempat air itu dekat dan jaraknya dapat dijangkau oleh musafir untuk kepentingan mencari kayu, rumput atau menggembala hewannya, maka ia wajib mengambil air itu dan tidak dibenarkan bertanyamum.
Jika tempat air itu jauh sehingga ia mengambilnya akan menghabiskan waktu salat, maka ia boleh bertayamum karena dianggap tidak mendapatkan air.
Jika tempatnya agak jauh, melebihi jarak untuk mengambil kayu dan sebagainya, melebihi jarak untuk memungkikan mengambil air tanpa kehabisan waktu salat, maka ia boleh bertayamum, karena berjalan melebiihi jarak tersebut dianggap memberatkan.
Jika tempat air itu dekat tetapi sulit mengambilnya karena banyak musafir lain berdesakkan untuk mengambil air di tempat itu, maka ia boleh bertanyamum.
Di samping itu, bertayamum dibenarkan bagi orang sakit karena dikuatirkan penggunaan air akan mengakibatkan kematian, rusak anggota tubuh atau fungsinya, penyakitnya lebih parah, menambah rasa sakit, dan sebagainya. Kekuatiran ini dapat didasarkan atas pengetahuannya sendiri atau keterangan dokter yang adil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar